
Mohon maaf, untuk saat ini data belum tersedia...

Mohon maaf, untuk saat ini data belum tersedia...
Hari ini | : | 100 |
Kemarin | : | 121 |
Total | : | 20.697 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 216.73.216.44 |
Browser | : | Mozilla 5.0 |
Info
Artikel Sejarah Nilai Kebudayaan Desa Pondok
Pendahuluan
Budaya bukanlah sekadar artefak atau tradisi bisu, melainkan sesuatu yang menjelma dalam keseharian masyarakat. Desa Pondok yang terletak di Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten menyimpan beberapa budaya menarik. Dari peninggalan fisik hingga tradisi kearifan lokal, desa ini menyajikan tapak jejak kebudayaan leluhur dari masa lampau hingga budaya yang masih berjalan saat ini. Beberapa diantaranya berupa peninggalan prasasti seperti situs batu Yoni, jejak kesenian ketoprak, hingga kearifan lokal yang masih hidup seperti tradisi simpan pinjam.
Peninggalan Prasasti Yoni
Gambar 1. Prasasti Yoni
Jauh sebelum kejayaan kesenian ketoprak menggema, jejak peradaban di Desa Pondok telah terukir dalam sebuah artefak batu kuno. Bukti sejarah tertua yang dimiliki desa ini adalah sebuah situs peninggalan Batu Yoni yang diperkirakan berasal dari era Kerajaan Mataram Kuno ratusan tahun silam. Peninggalan Yoni ini pertama kali ditemukan di sebuah sendang mata air yang berada di sisi selatan dusun Putat yang saat ini menjadi lokasi embung Sikajar. Pada tahun 1995, situs Yoni ini dipindahkan ke tengah desa sebagai ikon desa, tetapi akhirnya dikembalikan lagi ke tempat semula ditemukan untuk tetap mempertahankan keutuhan nilai budaya yang terdapat pada situs tersebut.
Dalam ajaran Hindu batu Yoni merepresentasikan Dewi Parwati sebagai simbol kesuburan. Penempatan prasasti oleh leluhur di tempat ditemukannya tentu bukan tanpa alasan mengingat tempat tersebut dulunya terdapat sendang dan mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat dusun Putat di masa lampau. Prasasti ini menjadi simbol dan penanda bahwa tempat tersebut adalah sumber kehidupan pada masa lampau yang harus dijaga untuk kemakmuran kehidupan bersama masyarakat pada masa tersebut.
Hal inilah yang sedang diupayakan oleh kepala desa Budi Utama saat ini. Setelah batu Yoni tersebut dipindahkan dan masyarakat Dusun Putat tidak lagi menggunakan sendang tersebut, area tempat Batu Yoni ditemukan menjadi terlantar dan tidak terurus. Kondisi tersebut membuat Budi Utama tergerak untuk mengembalikan fungsi tempat tersebut seperti semula yang diawali dengan mengembalikan prasasti tersebut ke tempat awal ditemukan. Tidak hanya sampai itu, tekadnya tersebut kemudian direalisasikan dengan dimulainya pembangunan proyek embung Sikajar sebagai tempat budidaya ikan dan pembangunan kantor desa Pondok di area tersebut.
Sejarah Kejayaan Kesenian Ketoprak
Gambar 2. Gedung Bekas Pagelaran Ketoprak
Beralih ke tahun 1960-1980, Desa Pondok dikenal oleh masyarakat Klaten sebagai salah satu tempat pertunjukkan seni ketoprak paling megah di daerah Klaten. Pada masa itu pengunjung yang datang bahkan juga banyak yang berdatangan dari luar daerah. Bahkan Ketoprak Siswo Budoyo asal Tulungagung yang merupakan salah satu grup ketoprak paling terkenal seantero Jawa Tengah dan Jawa Timur juga pernah tampil di tempat ini dahulu kala.
Jejak masa kejayaan kesenian ketoprak Desa Pondok bahkan masih dapat dilihat di gedung bekas tempat penggelaran ketoprak yang saat ini digunakan sebagai gedung olahraga oleh desa. Gedung yang dulunya digunakan sebagai panggung pagelaran kesenian ketoprak ini terletak di tengah pusat desa, tepat berada di belakang kantor desa Pondok saat ini. Beberapa arsitektur seperti jendela dan atap gedung bahkan masih dipertahankan bentuk aslinya. Bangunan ini telah menjadi saksi bisu atas kejayaan budaya kesenian ketoprak pada masa lalu di Desa Pondok.
Walaupun masa kejayaan tersebut telah usai dan kini yang tersisa hanyalah jejak peninggalan, sekalipun panggung megah Ketoprak Desa Pondok tak lagi menyala terang seperti pada era kejayaannya, kendati riuh tepuk tangan penonton telah senyap. Akan tetapi ini bukan berarti matinya sebuah kebudayaan. Gedung tua yang masih berdiri kokoh di jantung desa itu bukanlah sebuah nisan, melainkan sebuah monumen hidup. Arsitektur yang khas dan cerita yang diwariskan ke generasi penerus adalah identitas dan pengingat. Seperti sebuah bara api dalam sekam, bara itu mungkin kecil, namun ia menyimpan panas dari semangat masa lalu yang menunggu hembusan angin dari generasi baru untuk menyalakannya kembali menjadi api pertunjukan yang membara di masa depan.
Kearifan Lokal Sistem Simpan Pinjam
Gambar 3. Dusun Pondok RW 4
Jika peninggalan seperti situs Batu Yoni dan gedung ketoprak adalah potret kebudayaan Desa Pondok di masa lalu, maka tradisi "simpan pinjam" atau simpin merupakan pecahan cerminan jiwa sosial masyarakat yang masih hidup hingga kini. Berjalan tanpa henti selama lebih dari 40 tahun di lingkungan RW 4 Dusun Pondok. Sistem simpan pinjam ini pada dasarnya merupakan sebuah bentuk kearifan lokal warga Desa Pondok sebagai mekanisme mengatasi kesulitan ekonomi satu sama lain dengan berbasis pada rasa solidaritas sosial antar warga. Sebuah fenomena praktik sosial yang muncul dari pengalaman hidup komunitas yang diwariskan turun-temurun.
Dalam sistem simpan pinjam ini warga desa memberikan uang iuran sukarela yang terdiri atas uang kas dan uang sosial. Uang kas digunakan untuk saldo pinjaman sedangkan uang sosial digunakan untuk kepentingan bersama warga desa. Melalui mekanisme ekonomi ini warga secara kolektif membangun sebuah "jaring pengaman" finansial untuk memastikan tidak ada satu wargapun yang berjalan sendirian dalam menghadapi kesulitan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dalam mekanisme sistem simpan pinjam ini yang mengatur bahwa warga yang hendak mengajukan pinjaman uang tidak dikenakan biaya bunga tambahan dan dapat melakukan pembayaran hutang pinjaman secara berangsur tanpa batas waktu tertentu seperti ketika meminjam di bank.
Praktik simpan pinjam ini merupakan salah satu cerminan sejati dari jiwa persatuan masyarakat Indonesia yang diadaptasi dalam konteks ekonomi. Dalam sistem ini, jaminan pinjaman bukanlah sertifikat tanah atau barang berharga, melainkan reputasi dan rasa percaya antar warga yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Sistem ini adalah bukti nyata bagaimana nilai-nilai luhur seperti kesejahteraan sosial dalam Pancasila tidak hanya menjadi slogan, tetapi menjelma dalam sebuah praktik sosial yang nyata untuk menjaga dapur setiap warga tetap mengepul dan memastikan roda kehidupan terus berputar.
Kesimpulan
Peninggalan budaya seperti tempat pagelaran ketoprak dan peninggalan prasasti Batu Yoni serta tradisi yang masih berjalan dan dijaga seperti sistem simpan pinjam menunjukkan bahwa Desa Pondok memiliki akar budaya yang kuat sebagai identitas desa yang menjadikannya otentik. Keberadaan budaya baik yang telah lampau atau yang saat ini masih berjalan perlu untuk direkam dan diabadikan agar kebudayaan ini dapat terus diwariskan atau setidaknya diketahui oleh generasi penerus Desa Pondok agar selalu ingat akan akar sejarah budaya pendahulunya. Salah satu caranya adalah dengan penulisan artikel sejarah desa ini. Artikel sejarah desa ini harapannya dapat terus berkembang dan dilengkapi untuk mengamankan dan menyingkap berbagai bentuk kebudayaan yang ada di Desa Pondok agar terekam dan terabadikan dari waktu ke waktu demi ketahanan budaya Desa Pondok di masa mendatang.
Penulis: Ahmad Nilmadza Azmi
Tanggal: 04/08/2025
KKN UGM Unit JT-011
Hubungi Aparatur Desa Untuk mendapatkan PIN
Total Populasi Desa Pondok
1244 1244
1234 2478
2478
TOTAL : 2478 ORANG
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
Alamat | : | Jl.Raya Karanganom-Polanharjo km.05 Desa Pondok, Kecamatan Karanganom, Kab, Klaten |
Desa | : | Pondok |
Kecamatan | : | Karanganom |
Kabupaten | : | Klaten |
Kodepos | : | 57475 |
Anggaran | : | Rp 2.036.087.166,00 |
Realisasi | : | RP 1.004.376.985,00 |
49.33%
Anggaran | : | Rp 2.053.853.107,00 |
Realisasi | : | RP 2.036.557.723,00 |
99.16%
Anggaran | : | Rp 17.765.941,00 |
Realisasi | : | RP 17.765.941,00 |
100%
Anggaran | : | Rp 56.260.000,00 |
Realisasi | : | RP 56.260.000,00 |
100%
Anggaran | : | Rp 1.037.775.000,00 |
Realisasi | : | RP 1.037.775,00 |
0.1%
Anggaran | : | Rp 29.196.698,00 |
Realisasi | : | RP 36.242.006,00 |
124.13%
Anggaran | : | Rp 306.855.468,00 |
Realisasi | : | RP 304.609.812,00 |
99.27%
Anggaran | : | Rp 205.000.000,00 |
Realisasi | : | RP 205.000.000,00 |
100%
Anggaran | : | Rp 400.000.000,00 |
Realisasi | : | RP 400.000.000,00 |
100%
Anggaran | : | Rp 1.000.000,00 |
Realisasi | : | RP 1.227.392,00 |
122.74%
Anggaran | : | Rp 436.890.007,00 |
Realisasi | : | RP 432.118.723,00 |
98.91%
Anggaran | : | Rp 1.456.063.000,00 |
Realisasi | : | RP 1.453.539.000,00 |
99.83%
Anggaran | : | Rp 3.000.000,00 |
Realisasi | : | RP 3.000.000,00 |
100%
Anggaran | : | Rp 43.500.000,00 |
Realisasi | : | RP 43.500.000,00 |
100%
Anggaran | : | Rp 114.400.100,00 |
Realisasi | : | RP 104.400.000,00 |
91.26%
Artikel Sejarah Nilai Kebudayaan Desa Pondok
Pendahuluan
Budaya bukanlah sekadar artefak atau tradisi bisu, melainkan sesuatu yang menjelma dalam keseharian masyarakat. Desa Pondok yang terletak di Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten menyimpan beberapa budaya menarik. Dari peninggalan fisik hingga tradisi kearifan lokal, desa ini menyajikan tapak jejak kebudayaan leluhur dari masa lampau hingga budaya yang masih berjalan saat ini. Beberapa diantaranya berupa peninggalan prasasti seperti situs batu Yoni, jejak kesenian ketoprak, hingga kearifan lokal yang masih hidup seperti tradisi simpan pinjam.
Peninggalan Prasasti Yoni
Gambar 1. Prasasti Yoni
Jauh sebelum kejayaan kesenian ketoprak menggema, jejak peradaban di Desa Pondok telah terukir dalam sebuah artefak batu kuno. Bukti sejarah tertua yang dimiliki desa ini adalah sebuah situs peninggalan Batu Yoni yang diperkirakan berasal dari era Kerajaan Mataram Kuno ratusan tahun silam. Peninggalan Yoni ini pertama kali ditemukan di sebuah sendang mata air yang berada di sisi selatan dusun Putat yang saat ini menjadi lokasi embung Sikajar. Pada tahun 1995, situs Yoni ini dipindahkan ke tengah desa sebagai ikon desa, tetapi akhirnya dikembalikan lagi ke tempat semula ditemukan untuk tetap mempertahankan keutuhan nilai budaya yang terdapat pada situs tersebut.
Dalam ajaran Hindu batu Yoni merepresentasikan Dewi Parwati sebagai simbol kesuburan. Penempatan prasasti oleh leluhur di tempat ditemukannya tentu bukan tanpa alasan mengingat tempat tersebut dulunya terdapat sendang dan mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat dusun Putat di masa lampau. Prasasti ini menjadi simbol dan penanda bahwa tempat tersebut adalah sumber kehidupan pada masa lampau yang harus dijaga untuk kemakmuran kehidupan bersama masyarakat pada masa tersebut.
Hal inilah yang sedang diupayakan oleh kepala desa Budi Utama saat ini. Setelah batu Yoni tersebut dipindahkan dan masyarakat Dusun Putat tidak lagi menggunakan sendang tersebut, area tempat Batu Yoni ditemukan menjadi terlantar dan tidak terurus. Kondisi tersebut membuat Budi Utama tergerak untuk mengembalikan fungsi tempat tersebut seperti semula yang diawali dengan mengembalikan prasasti tersebut ke tempat awal ditemukan. Tidak hanya sampai itu, tekadnya tersebut kemudian direalisasikan dengan dimulainya pembangunan proyek embung Sikajar sebagai tempat budidaya ikan dan pembangunan kantor desa Pondok di area tersebut.
Sejarah Kejayaan Kesenian Ketoprak
Gambar 2. Gedung Bekas Pagelaran Ketoprak
Beralih ke tahun 1960-1980, Desa Pondok dikenal oleh masyarakat Klaten sebagai salah satu tempat pertunjukkan seni ketoprak paling megah di daerah Klaten. Pada masa itu pengunjung yang datang bahkan juga banyak yang berdatangan dari luar daerah. Bahkan Ketoprak Siswo Budoyo asal Tulungagung yang merupakan salah satu grup ketoprak paling terkenal seantero Jawa Tengah dan Jawa Timur juga pernah tampil di tempat ini dahulu kala.
Jejak masa kejayaan kesenian ketoprak Desa Pondok bahkan masih dapat dilihat di gedung bekas tempat penggelaran ketoprak yang saat ini digunakan sebagai gedung olahraga oleh desa. Gedung yang dulunya digunakan sebagai panggung pagelaran kesenian ketoprak ini terletak di tengah pusat desa, tepat berada di belakang kantor desa Pondok saat ini. Beberapa arsitektur seperti jendela dan atap gedung bahkan masih dipertahankan bentuk aslinya. Bangunan ini telah menjadi saksi bisu atas kejayaan budaya kesenian ketoprak pada masa lalu di Desa Pondok.
Walaupun masa kejayaan tersebut telah usai dan kini yang tersisa hanyalah jejak peninggalan, sekalipun panggung megah Ketoprak Desa Pondok tak lagi menyala terang seperti pada era kejayaannya, kendati riuh tepuk tangan penonton telah senyap. Akan tetapi ini bukan berarti matinya sebuah kebudayaan. Gedung tua yang masih berdiri kokoh di jantung desa itu bukanlah sebuah nisan, melainkan sebuah monumen hidup. Arsitektur yang khas dan cerita yang diwariskan ke generasi penerus adalah identitas dan pengingat. Seperti sebuah bara api dalam sekam, bara itu mungkin kecil, namun ia menyimpan panas dari semangat masa lalu yang menunggu hembusan angin dari generasi baru untuk menyalakannya kembali menjadi api pertunjukan yang membara di masa depan.
Kearifan Lokal Sistem Simpan Pinjam
Gambar 3. Dusun Pondok RW 4
Jika peninggalan seperti situs Batu Yoni dan gedung ketoprak adalah potret kebudayaan Desa Pondok di masa lalu, maka tradisi "simpan pinjam" atau simpin merupakan pecahan cerminan jiwa sosial masyarakat yang masih hidup hingga kini. Berjalan tanpa henti selama lebih dari 40 tahun di lingkungan RW 4 Dusun Pondok. Sistem simpan pinjam ini pada dasarnya merupakan sebuah bentuk kearifan lokal warga Desa Pondok sebagai mekanisme mengatasi kesulitan ekonomi satu sama lain dengan berbasis pada rasa solidaritas sosial antar warga. Sebuah fenomena praktik sosial yang muncul dari pengalaman hidup komunitas yang diwariskan turun-temurun.
Dalam sistem simpan pinjam ini warga desa memberikan uang iuran sukarela yang terdiri atas uang kas dan uang sosial. Uang kas digunakan untuk saldo pinjaman sedangkan uang sosial digunakan untuk kepentingan bersama warga desa. Melalui mekanisme ekonomi ini warga secara kolektif membangun sebuah "jaring pengaman" finansial untuk memastikan tidak ada satu wargapun yang berjalan sendirian dalam menghadapi kesulitan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dalam mekanisme sistem simpan pinjam ini yang mengatur bahwa warga yang hendak mengajukan pinjaman uang tidak dikenakan biaya bunga tambahan dan dapat melakukan pembayaran hutang pinjaman secara berangsur tanpa batas waktu tertentu seperti ketika meminjam di bank.
Praktik simpan pinjam ini merupakan salah satu cerminan sejati dari jiwa persatuan masyarakat Indonesia yang diadaptasi dalam konteks ekonomi. Dalam sistem ini, jaminan pinjaman bukanlah sertifikat tanah atau barang berharga, melainkan reputasi dan rasa percaya antar warga yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Sistem ini adalah bukti nyata bagaimana nilai-nilai luhur seperti kesejahteraan sosial dalam Pancasila tidak hanya menjadi slogan, tetapi menjelma dalam sebuah praktik sosial yang nyata untuk menjaga dapur setiap warga tetap mengepul dan memastikan roda kehidupan terus berputar.
Kesimpulan
Peninggalan budaya seperti tempat pagelaran ketoprak dan peninggalan prasasti Batu Yoni serta tradisi yang masih berjalan dan dijaga seperti sistem simpan pinjam menunjukkan bahwa Desa Pondok memiliki akar budaya yang kuat sebagai identitas desa yang menjadikannya otentik. Keberadaan budaya baik yang telah lampau atau yang saat ini masih berjalan perlu untuk direkam dan diabadikan agar kebudayaan ini dapat terus diwariskan atau setidaknya diketahui oleh generasi penerus Desa Pondok agar selalu ingat akan akar sejarah budaya pendahulunya. Salah satu caranya adalah dengan penulisan artikel sejarah desa ini. Artikel sejarah desa ini harapannya dapat terus berkembang dan dilengkapi untuk mengamankan dan menyingkap berbagai bentuk kebudayaan yang ada di Desa Pondok agar terekam dan terabadikan dari waktu ke waktu demi ketahanan budaya Desa Pondok di masa mendatang.
Penulis: Ahmad Nilmadza Azmi
Tanggal: 04/08/2025
KKN UGM Unit JT-011